Kamis, 20 Desember 2018

REVIEW BUKU BABON ORIENTALIS


REVIEW BUKU ORIENTALISME EDWARD W. SAID

Edward Said adalah seorang kaum intelektual yang lahir di tanah Yerussalem pada 1 November 1935, tepatnya di daerah Talbiyah (sebuah kawasan terpencil di palestina barat). Hidup di lingkungan Palestina yang nyaris berpenduduk muslim. Edward said berusaha menuliskan tetang sejarah pemikiran barat tentang dunia timur. Timur menurut Edward said mencakup Timur tengah terutama Mesir dan sekitarnya.

Apa itu Orientalisme?. Menurut Edward Orientalisme bukan semata-mata pokok bahasan atau bidang kajian politis yang di cerminkan secara pasif oleh kebudayaan, kesarjanaan, atau institusi. Bukan pula mempresentasikan dan mengungkapkan rencana keji imperialisme barat untuk menjatuhkan dunia timur. Lebih jauh lagi, Orientalisme merupakan kajian yang berusaha menyebarkan kesadaran-kesadaran geo-politis kedalam teks-teks estetika, keilmuan, ekonomi, sosiologi, sejarah dan filologi (hal.17).

Karya Edward Said, Orientalisme, diterbitkan pertama kali di New York, USA tahun 1978 dengan judul asli Orientalism. Dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan di cetak pertama dan di terbitkan tahun 2010 dan cetakan ke-2 tahun 2016 dengan judul Orientalisme “ Menggugat Hegemoni Barat dan Menundukan Timur Sebagai Subjek”. yang sudah berumur 40 tahun dari di terbitkannya pertama kali di New York dan hingga sampai saat ini buku ini masih tetap menjadi buku rujukan pertama. Dan buku babon yang telah di terjemahkan lebih dari 36 bahasa. Buku yang menjadi pedoman dan buku induk bagi pra pengkaji kebudayaan pasca kolonial, juga untuk memahami eurosentrisme dalam perkembangan ilmu sosial humaniora. Dan menapaki bagaimana Edward Said menggugat cara pandang sarjana Eropa yang selama berabad-abad telah menghegemoni dunia Timur khususnya Arab dalam pengertian dan definisi yang mereka rumuskan sebagai Orientalisme.

Dalam buku ini Edward Said seolah menegaskan bahwa hanya dengan mengkaji teks-teks Orientalis melalui operasi diskursif yang berlangsung di dalamnya, kita bisa menyingkap relasi ideologis yang terdapat dalam Orientalisme. Edward Said membagi relasi menjadi empat jenis relasi kekuasaan yang hidup dalam wacana Orientalisme: kekuasaan politis (pembentukan kolonialisme dan imperialisme); kekuasaan intelektual (mendidik timur melalui sains, linguistik, dan pengetahuan lain); kekuasaan kultural (kolonisasi selera, teks, dan nilai-nilai, misalnya timur memiliki katagori estetika kolonial yang secara mudah bisa di temukan di india, mesir dan negara bekas koloni lain); serta kekuasaan moral (apa yang baik dilakukan dan tidak baik dilakukan oleh timur).

Buku itu sendiri di bagi menjadi beberapa bab diantaranya” Ruang Lingkup Orientalis” yang menjelaskan sebuah kisah tentang asal-usul Orientalisme dan invasi Napoleon ke Mesir (hal.120). Dan yang menarik dari kajian “Orientalisme” ini adalah yang sifatnya sangat eksklusif dan informatif hingga nyaris tidak ada seorang pun yang dapat membayangkan munculnya kajian lain yang mampu menyainginya, yang dinamakan “Oksidentalisme.” Dari sini saja kita sudah bisa melihat bagaimana Orientalisme benar-benar memiliki sifat yang khas dan eksentrik, yang berbeda dengan dan tidak dimiliki oleh kajian-kajian lain.

Meskipun saat ini banyak muncul kajian ilmiah yang menjadikan manusia sebagai objek analisisnya, tetapi tidak ada satu pun dari kajian tersebut yang bisa di katakan “bersifat menyeluruh” dalam membahas realitas-realitas sosial, linguistik, politik dan sejarah yang beragam kecuali kajian Orientalis itu sendiri.

Di dalam buku ini di jelaskan bagaimana akhirnya bangsa barat memiliki cara pandang yang berbeda atas bangsa timur. Edwar Said juga berusaha menjelaskan bagaimana superioritas bangsa barat dan inferioritas bangsa timur merupakan yang sangat jelas terlihat di dalam berbagai aspek. Munculya superioritas dan inferioritas mungkin karena bangsa barat dalam mengkaji orang-orang timur, mereka hanya melakukan observasi kemudian menarik kesimpulan sepihak. Edward said juga menjelaskan, kajian orientalis merupakan kajian  tentang proes perubahan budaya, hanya sebatas budaya. Namun akhirnya kajian Orientalis lebih mengarah pada wilayah politik. Wilayah politik yang di maksudkan adalah penaklukan wilayah-wilayah timur yang diklaim memiliki sumber daya alam. Menurut Edward Said dalam Orientalisme ini sudah mengalami pergeseran maksud dan makna di dalam kajian Orientalisme. Bermula hanya kajian budaya hingga merambah ke politik. Hasil akhir dari kajian Orientalisme adalah adanaya persamaan makna dari mereka non timur untuk melakukan ekspansi, penaklukan.

Orientalisme karya Edward Said ini patut di puji. Catatan silsilahnya tentang perkembangan wacana Orientalis di Perancis, Inggris, dan Amerika, menelusuri garis hubungan antara teks-teks yang tampaknya tidak saling berhubungan, yang kaya kajian dan merangsang pemikiran. Seperti ilmu filologi, sejarah perjalanan, seolah kita terlibat didalamnya.

Edward Said hanya menyebutkan pemikiran perkembangan Orientalis di Perancis, Inggris, Amerika dalam hal ini di maksudkan dengan sebutan negara barat. Namun apabila Edward said menjelaskan lebih kompleks lagi, mungkin perkembangan yang ada di Jerman, Hungaria, atau Belanda tentunya akan lebih menguatkan argumennya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar