REVIEW BUKU
ORIENTALISME EDWARD W. SAID
Edward
Said adalah seorang kaum intelektual yang lahir di tanah Yerussalem pada 1
November 1935, tepatnya di daerah Talbiyah (sebuah kawasan terpencil di
palestina barat). Hidup di lingkungan Palestina yang nyaris berpenduduk muslim.
Edward said berusaha menuliskan tetang sejarah pemikiran barat tentang dunia timur.
Timur menurut Edward said mencakup Timur tengah terutama Mesir dan sekitarnya.
Apa
itu Orientalisme?. Menurut Edward Orientalisme bukan semata-mata pokok bahasan
atau bidang kajian politis yang di cerminkan secara pasif oleh kebudayaan,
kesarjanaan, atau institusi. Bukan pula mempresentasikan dan mengungkapkan
rencana keji imperialisme barat untuk menjatuhkan dunia timur. Lebih jauh lagi,
Orientalisme merupakan kajian yang berusaha menyebarkan kesadaran-kesadaran
geo-politis kedalam teks-teks estetika, keilmuan, ekonomi, sosiologi, sejarah
dan filologi (hal.17).
Karya
Edward Said, Orientalisme, diterbitkan pertama kali di New York, USA tahun 1978
dengan judul asli Orientalism. Dan diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia dan di cetak pertama dan di terbitkan tahun 2010 dan
cetakan ke-2 tahun 2016 dengan judul Orientalisme “ Menggugat Hegemoni Barat
dan Menundukan Timur Sebagai Subjek”. yang sudah berumur 40 tahun dari di
terbitkannya pertama kali di New York dan hingga sampai saat ini buku ini masih
tetap menjadi buku rujukan pertama. Dan buku babon yang telah di terjemahkan
lebih dari 36 bahasa. Buku yang menjadi pedoman dan buku induk bagi pra pengkaji
kebudayaan pasca kolonial, juga untuk memahami eurosentrisme dalam perkembangan
ilmu sosial humaniora. Dan menapaki bagaimana Edward Said menggugat
cara pandang sarjana Eropa yang selama berabad-abad telah menghegemoni dunia
Timur khususnya Arab dalam pengertian dan definisi yang mereka rumuskan sebagai
Orientalisme.
Dalam buku ini Edward
Said seolah menegaskan bahwa hanya dengan mengkaji teks-teks Orientalis melalui
operasi diskursif yang berlangsung di dalamnya, kita bisa menyingkap relasi
ideologis yang terdapat dalam Orientalisme. Edward Said membagi relasi menjadi
empat jenis relasi kekuasaan yang hidup dalam wacana Orientalisme: kekuasaan
politis (pembentukan kolonialisme dan imperialisme); kekuasaan intelektual
(mendidik timur melalui sains, linguistik, dan pengetahuan lain); kekuasaan
kultural (kolonisasi selera, teks, dan nilai-nilai, misalnya timur memiliki
katagori estetika kolonial yang secara mudah bisa di temukan di india, mesir
dan negara bekas koloni lain); serta kekuasaan moral (apa yang baik dilakukan
dan tidak baik dilakukan oleh timur).
Buku itu sendiri di
bagi menjadi beberapa bab diantaranya” Ruang Lingkup Orientalis” yang
menjelaskan sebuah kisah tentang asal-usul Orientalisme dan invasi Napoleon ke
Mesir (hal.120). Dan yang menarik dari kajian “Orientalisme” ini adalah yang
sifatnya sangat eksklusif dan informatif hingga nyaris tidak ada seorang pun
yang dapat membayangkan munculnya kajian lain yang mampu menyainginya, yang
dinamakan “Oksidentalisme.” Dari sini saja kita sudah bisa melihat bagaimana
Orientalisme benar-benar memiliki sifat yang khas dan eksentrik, yang berbeda
dengan dan tidak dimiliki oleh kajian-kajian lain.
Meskipun saat ini
banyak muncul kajian ilmiah yang menjadikan manusia sebagai objek analisisnya,
tetapi tidak ada satu pun dari kajian tersebut yang bisa di katakan “bersifat
menyeluruh” dalam membahas realitas-realitas sosial, linguistik, politik dan
sejarah yang beragam kecuali kajian Orientalis itu sendiri.
Di dalam buku ini di
jelaskan bagaimana akhirnya bangsa barat memiliki cara pandang yang berbeda
atas bangsa timur. Edwar Said juga berusaha menjelaskan bagaimana superioritas
bangsa barat dan inferioritas bangsa timur merupakan yang sangat jelas terlihat
di dalam berbagai aspek. Munculya superioritas dan inferioritas mungkin karena bangsa
barat dalam mengkaji orang-orang timur, mereka hanya melakukan observasi
kemudian menarik kesimpulan sepihak. Edward said juga menjelaskan, kajian
orientalis merupakan kajian tentang
proes perubahan budaya, hanya sebatas budaya. Namun akhirnya kajian Orientalis
lebih mengarah pada wilayah politik. Wilayah politik yang di maksudkan adalah
penaklukan wilayah-wilayah timur yang diklaim memiliki sumber daya alam. Menurut
Edward Said dalam Orientalisme ini sudah mengalami pergeseran maksud dan makna
di dalam kajian Orientalisme. Bermula hanya kajian budaya hingga merambah ke
politik. Hasil akhir dari kajian Orientalisme adalah adanaya persamaan makna
dari mereka non timur untuk melakukan ekspansi, penaklukan.
Orientalisme karya
Edward Said ini patut di puji. Catatan silsilahnya tentang perkembangan wacana
Orientalis di Perancis, Inggris, dan Amerika, menelusuri garis hubungan antara
teks-teks yang tampaknya tidak saling berhubungan, yang kaya kajian dan
merangsang pemikiran. Seperti ilmu filologi, sejarah perjalanan, seolah kita
terlibat didalamnya.
Edward Said hanya
menyebutkan pemikiran perkembangan Orientalis di Perancis, Inggris, Amerika
dalam hal ini di maksudkan dengan sebutan negara barat. Namun apabila Edward
said menjelaskan lebih kompleks lagi, mungkin perkembangan yang ada di Jerman, Hungaria,
atau Belanda tentunya akan lebih menguatkan argumennya.